Resensi film “selamat siang, Risa!”
Selamat siang Risa merupakan sebuah film karya sutradara Ine febriyanti yang juga merupakan
sosialisasi dari KPK sebagai bentuk propaganda anti korupsi. Film ini
menceritakan tentang suatu sikap dari Pak Woko seorang penanggung jawab gudang
yang dengan integritasnya menunjukkan sikap anti korupsi.
SUTRADARA
Ine Febriyanti
PEMERAN
Woko : Tora
Sudiro
Istri pak Woko : Dominique Diyose
Risa : Medina
Kamil
SINOPSIS
Film ini
berlatar tahun 1974 pada zaman orde baru. Diawali dengan penggambaran keluarga
pak Woko yang hidup pas-pasan. Pak Woko bekerja sebagai pegawai penjaga gudang
beras, beliau adalah tulang punggung keluarganya sehingga ia harus berjuang untuk
menghidupi seorang istri dan dua anaknya yang masih kecil. Untuk menambah
penghasilan suaminya, Bu Woko bekerja sebagai penjahit baju. Pada suatu saat persediaan
beras pak Woko menipis dan anak pak Woko sakit demam tinggi sehingga harus dilarikan
ke rumah sakit. Biaya rumah sakit dan penebusan obat membuat keluarga pak Woko
kebingungan untuk mencari tambahan uang sehingga pak Woko terpaksa menjual
radio miliknya. Pada saat yang bersamaan, seorang pengusaha beras bernama koh
abeng mendatangi rumah pak Woko dengan maksud menyewa gudang di tempat pak Woko
bekerja untuk menimbun beras karena beberapa hari lagi harga beras akan naik.
Saudagar
tersebut kemudian menawari pak Woko sejumlah uang imbalan dengan tujuan agar pak
Woko mengizinkan pengusaha tersebut menaruh beras-berasnya digudang milik
perusahaan pak Woko bekerja. Pak Woko pun berfikir keras apakah akan menolak
atau menerima tawaran dari saudagar tersebut. Disatu sisi Pak Woko ingin
berlaku jujur dengan tidak menerima uang suap, namun disatu sisi pak Woko juga
membutuhkan dana untuk mebiayai keluarga dan menebus obat anaknya yang sakit. Istrinya
gelisah menunggu jawaban pak Woko dibalik dinding kamar. Akhirnya, pak Woko mengikuti kata hatinya dan
dengan tegas menolak untuk melakukan tindakan tidak terpuji tersebut. Keputusannya
membuat hati istri pak Woko lega dan disyukuri oleh keluarga pak Woko karena berperilaku
jujur, keteladanan pak Woko pun menurun ke putrinya yang bernama Risa. Film ini
diakhiri dengan adegan Risa menolak tawaran uang seperti ayahnya yang menolak uang
suap koh Abeng, kemudian Risa pergi dari kantor bersama dengan supirnya, dan
terjebak kemacetan. Risa turun dari mobil dan memilih berjalan kaki sambil
melihat fenomena – fenomena korupsi “kecil-kecilan” yang terjadi di masyarakat.
Melihat seorang polisi yang sedang menerima uang dan berbagai macam ragam sisi
lain kehidupan di ibukota.
KELEBIHAN
Film ini mengingatkan para penontonnya bahwa korupsi terjadi disekitar kita sehingga kita harus berhati - hati agar tidak ikut melakukan tindakan tidak terpuji tersebut.
Membuat kita tersadar bahwa sikap jujur sangatlah penting
KONFLIK SOSIAL
Korupsi (kasus penyuapan)
PEMECAHAN MASALAH
>Menanamkan sikap jujur pada setiap individu
>Memberikan penyuluhan kemasyarakat tentang bahaya korupsi
>Memberikan contoh contoh positif
KATA - KATA MUTIARA
"mungkin saya bodoh, mungkin saya salah, tapi kebodohan dan kesalahan saya tidak akan saya sesali sampai mati"
"semuanya kembali lagi dari awal, darimana kita berasal, bagaimana kita, akan mempengaruhi tindakan kita dimasa depan"